LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI SEMI SOLID
MODUL 3 : SEDIAAN EMULSI
KELOMPOK 1
MARIKA MAULUDIYAH (145070500111007)
ADIBAH NUR MAISAROH (145070501111003)
NADIA KHANSA’ (145070501111013)
ADISTI MEGA PUTRIANAH (145070501111023)
WINFIKA WIBISONO PUTRI (14507050111102 )
WARDAH AZ ZAHRAH (145070507111003)
AGUNG PEBRIAN RAMADANI (145070507111007)
MARIKA MAULUDIYAH (145070500111007)
ADIBAH NUR MAISAROH (145070501111003)
NADIA KHANSA’ (145070501111013)
ADISTI MEGA PUTRIANAH (145070501111023)
WINFIKA WIBISONO PUTRI (14507050111102 )
WARDAH AZ ZAHRAH (145070507111003)
AGUNG PEBRIAN RAMADANI (145070507111007)
JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
I.
Tujan
Praktikum
Tujuan
dari dilaksanakannya praktikum ini yaitu agar mahasiswa mampu merancang formula
sediaan emulsi, agar mahasiswa mampu membuat dan melakukan evaluasi sediaan
emulsi, dan agar mahasiswa mampu menganalisa pengaruh jenis emulgator dan HLB
terhadap stabilitas emulsi.
II.
Dasar
Teori
Emulsi adalah
suatu system koloid yang fase terdispersinya dan medium pendispersinya berupa
cairan yang tidak bercampur minyalnya minyal dalam air atau air dalam minyak.
Karena kedua fase tersebut tidak dapat bercampur, keduannya akan terpisah.
Untuk menjaga emulsi tersebut stabil perlu ditambahkan emulgator atau zat
pengemulsi (emulsifying agent) (Sumardjo, 2009). Emulsi terdiri dari sua jenis,
minyak dalam air dan air dalam minyak. Disebut minyak dalam air jika minyak
yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawanya.
Sedangkan air dalam minyak jika air atau larutan air yang merupakan
faseterdispersi dan minyak atau bahan yang mengandung minyak merupakan fase
pembawa (Depkes RI, 1995).
Secara umum,
emulsi terdiri dari komponen dasar dan komponen tambahan. Komponen dasar
terdiri dari fase dispers yaitu zat cair yang terbagi menjadi butiran kecil
kedalam zat cair lain, fase luar yaitu zat cair yang berfungsi sebagai
pendukung emulsi, dan emulgator yang menstabilkan emulsi. Sedangkan komponene
tambahan meliputi preservative yaitu metil dan propil paraben, asam benzoate,
asam sorbet, dll. Dan antioksidan contohnya yaitu asam askorbat , asam sitrat,
L. tocoperol, propil galat, dan asam galat (Sarasmita, 2010).
Syarat emulgator
adalah molekul-molekulnya mempunyai afinitas terhadap kedua cairan yang
membentuk emulsi. Daya afinitasnya harus parsial atau tidak sama terhadap kedua
cairan tersebut. Salah satu ujung eulgator larut dalam cairan yang satu,
sedangkan ujung yang lain hanya membentuk lapisan tipis (selapis molekul) di
sekeliling atau di atas parmukaan cairan yang lain (Sumardjo, 2009).
HLB (Hidrophilic
Lipophilic Balance) adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara grup
hidrofil dan lipofil pada surfaktan. Angka HLB yag berbeda menunjukkan
perbedaan sifat surfaktan. HLB digunakan sebagai petunjuk memilih suatu
emulgator untuk berbagai macam kegunaan. Emulgator dengan HLB rendah cocok
untuk emulsi w/o (water in oil), sedangkan yang mempunyai HLB tinggi cocok untu
o/w (oil in water). Selain itu HLB digunakan untuk menunjukkan sifat dan fungsi
yang berbeda (Broto, 2010).
Evaluasi sediaan
emulsi dilakukan untuk mengetahui kestabilan dari suatu sediaan emulsi pada
penyimpanan. Evaluasi ini dapat dilakukan melalui pengamatan secara
organoleptis (rasa, bau, warna, konsistensi). Pengamatan secara fisika dapat
dilakukan dengan menguji rasio pemisahan fase, viskositas, redispersibilitas,
uji tipe emulsi, ukuran globul fase dalam, sifat aliran. Pengamatan secara
kimia bisa dilakukan dengan pengukuran pH, secara biologi yaitu angka cemaran
mikroba (febrina, 2007). Penentuan tipe emulsi dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu dengan uji kelarutan zat warna dan uji pengenceran. Uji kelarutan zat
warna dapat dilakukan dengn menambahkan sudan III, bila terlarut maka tipe emulsi
w/o. sedangkan bila ditambahkan metilen blue, bila terlarut maka sediaan
tersebut merupakan tipe emulsi o/w (Uli, 2014).
III.
Deskripsi
Zat Aktif Dan Preformulasi Bahan Eksipien
IV.
Formula
dan Rasionalisasi formula
a.
Formula
Nama
Bahan
|
Rentang
|
Konsentrasi
yang digunakan
|
Fungsi bahan
|
VCO
|
30%
|
157,7 ml
|
Zat
aktif
|
Protosorb
0-20
|
RHLB = 5
|
0,6279 g
|
Emulgator
|
Sorbitan
Oleat
|
RHLB = 5
|
9,87105
|
Emulgator
|
Natrium
Metabisulfit
|
0,01% - 1%
|
0,8%
|
Pengawet
|
BHT
|
0,5% - 1,0%
|
0,8%
|
Pengawet
|
aquadest
|
Ad
|
307,34 ml
|
Pelartut
|
b.
Rasionalisasi Formula
Dalam
percobaan ini dipakai zat aktif yakni VCO 30 %, yang memiliki ph berkisar
antara 5 – 8 (MSDS,2014). Namun salah satu kelemahan penggunaan VCO yaitu
sifatnya yang mudah tenggik karena terdekomposisi menjadi CO atau CO2 (MSDS,2014).
Nilai
HLB emulgator menunjukan sifat lipofilisitas dan hidrofilisitas dari emulgator.
Dari nilai tersebut diketahui protasorb O-20 atau tween 80 lebih bersifat
hidrofil dibandingkan sorbitan oleat atau span 80. Sehingga dapat diketahui
bahwa tween 80 dapat ditambahkan pada fase air sedangkan span 80 dapat
ditambahkan pada fase minyak. Hal ini sesuai dengan data kelarutan tween 80
yang larut air (Rowe dkk., 2009) dan span 80 yang larut dalam minyak (Rowe
dkk., 2009).
Pada
pembuatan emulsi bahan yang digunakan akan dilakukan pelebihan jumlah bahan
sebesar 5%. Fungsi dari perlebihan bahan ini adalah untuk mempertahankan
kualitas sediaan akhir agar tidak terjadi kekurangan volume dari tiap botol.
Mengiat kuantitas sediaan akhir tidak selalu tepat 100% akibat adanya bahan
yang melekat pada alat yang dipakai selama formulasi. Pelebihan ini juga
berfungsi untuk persiapan dilakukannya uji sediaan.
Fase
minyak dalam emulsi ini yaitu VCO memiliki sifat mudah teroksidasi sehingga
mudah menjadi tengik dan
mengurangi akseptabilitas sediaan untuk itu diperlukan penambahan antioksidan
BHT sebesar 0,8 %, konsentrasi BHT ini berdasarkan data penggunaan BHT menurut Rowe
dkk (2009) Untuk
penambahan BHT sendiri dilakukan saat emulsi sudah dingin, hal ini agar
antioksidannya tidak kehilangan aktivitas karena BHT incompatible dengan
pemanasan dan cenderung menjadi tidak aktif (Rowe dkk., 2009).
Dalam
formula juga ditambahkan emulgator untuk meningkatkan stabilitas emulsi,
mengingat emulsi terdiri dari dua fasa yakni fase minyak dan fase air yang
tidak saling campur., sehingga cenderung tidak stabil. Adapun nilai RHLB (HLB
butuh) emulgator formula diatas ditentukan sebesar 5, apabila dilihat dari
nilai HLBnya kecenderungan tipe emulsi yang akan terbentuk adalah air dalam
minyak (w/o) dimana berdasarkan (Miranti,2009) HLB 3 – 6 cenderung membentuk
sistem emulgator w/o. adapun tipe emulsi
w/o ini merupakan emulsi untuk pemakaian luar, salah satunya sebagai
emollient atau pelembab, mengingat kandungan bahan atif VCO telah dikenal luas
sebagai pelembab dan baik untuk kesehatan dan kecantikan (Miranti,2009).
Tween
80 dan span 80 sendiri termasuk kedalam surfaktan anionic dan dipilih mengingat
mekanismenya yang menurunkan tegangan permukaan dengan efek iritasi yang lebih
rendah pada membrane mukosa. Tween dan span dikombinasi dimaksudkan untuk dapat
memperoleh nilai HLB tertentu, dimana dalam percobaan ini dipakai nilai HLB
sebesar 5. Apabila dipakai hanya satu jenis emulgator saja kita tidak akan
dapat memodifikasi nilai HLBnya sehingga kemampuan emulgator menstabilkan
emulsi tidak maksimal (Rowe dkk., 2009).
Untuk penambahan pengawet pada
pembuatan sediaan emulsi disini dipilih Natrium metabisulfit, karena memiliki
range ph 3.5 – 5 (Rowe dkk., 2009) sehingga masih compatible dengan
sediaan yang akan dibuat . Natrium metabisulfit selain dapat digunakan sebagai
pengawet juga dapat berfungsi sebagai antioksidan dengan kadar 0,01 – 1 % (Rowe dkk., 2009). Digunakan
pada praktikum ini sebanyak 0.8%.
V.
Perhitungan
VI.
Penimbangan
bahan
Nama Bahan
|
Untuk 1 botol (100 ml)
|
Untuk 5 botol (525 ml)
|
VCO
|
30 ml
|
157,5 ml
|
Protasorb O-20
|
0,6542
|
3,435 gram
|
Sorbitan Oleat
|
9,3458
|
49,065 gram
|
BHT
|
0,8 ml
|
4,2 ml
|
Na Metabisulfit
|
0,8 ml
|
4,2 ml
|
Aquadest
|
61,32 ml
|
306,6
|
VII.
Prosedur
Pembuatan
VIII. Uji mutu Farmasetik Sediaan akhir
1. Evaluasi
Organoleptis
· Tujuan
: Untuk mengetahui kesesuaian produk
akhir dalam hal bau, rasa dan warna dengan bahan-bahan yang digunakan dalam
proses formulasi
· Prinsip
: Menguji bau, rasa dan warna
menggunakan indera
· Metode
:
o
Warna =
Mengamati warna sediaan akhir apakah sesuai dengan pewarnaan yang digunakan
o
Bau =
Dibandingkan aroma/bau sediaan akhir dnegan pengaroma yang digunakan
o
Rasa =
Dapat diketahui dengan cara membandingkan rasa dan sediaan akhir dnegan perasa
yang digunakan dengan cara mencoba sampel
·
Penafsiran Hasil : Bau = tidak tengik, aroma kelapa
Warna = putih susu
Konsistensi = kental
Tekstur = lembut
2. Uji
Volume Terpindahkan
·
Tujuan :
Mengetahui dan memastikan bahwa volume terpindahkan dari emulsi sama dengan
volume yang sudah tertera di etiket pada saat dipindahkan ke wadah lain
· Prinsip : Mengukur volume sediaan emulsi dari
masing-masing botol di gelas ukur
· Metode : Dituang ke botol dari tiap botol
secara perlahan ke dalam gelas ukur. Untuk menghindari adanya gelombang udara
pada waktu penuangan maka ditunggu hingga ± 30 menit. Jika sudah dituang, maka
dilakukan pengukuran volume tiap wadah. Volume rata-rata tiap wadah sebesar
tidak kurang dari 100%, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95%
dari volume etiket (Depkes RI,
1995).
· Penafsiran
Hasil : Volume rata-rata tiap botol
tidak kurang dari 100% dimana volume tiap wadah tidak kurang dari 95%
3. Uji
Penetapan Bobot Jenis
·
Tujuan :
Membandingkan ebrat jenis sedfar akhir dengan berat jenis emulsi secara
teoritis
·
Prinsip :
Ditetapkan dnegan menggunakan alat piknometer, selanjutnya bereat jenis
dihitung dengan berat jensi yang telah ditentukan (Depkes RI, 1995).
·
Metode :
digunakan piknometer bersih, kering dan telah dikase untuk menetapkan bobot
piknometer kosong dan bobot didalam piknometer pada suhu 25oC. Zat
uji dimasukkan ke piknometer pada suhu 20oC. Piknometer diatur
hingga suhu 25oC dengan sisa zat uji dituang lalu ditimbang. Bobot jenis
dihitung dengan
rumus (Depkes RI, 1995):
·
Penafsiran Hasil :-
4. Uji
Homogenitas :
·
Tujuan :
Untuk mengetahui distribusi partikel/granul dalam suatu emulsi
·
Prinsip :
Secara masal partikel diamati dari sediaan akhir, sebgian sampel diamati di
gelas objek dan dilihat secara visual
·
Metode :
Pengambilan sampel dapat dilakukan secara acak pada sediaan yang lebih dikocok
(bagian atas, tengah, bawah). Sampel diteteskan di helas objek dan diratakan
dengan kaca/gelas objek lain sehingga terbentuk lapisan tipis. Susunan yang
dibentuk diamati secara visual (Depkes RI, 1995).
·
Penafsiran Hasil : Susunan partikel yang
diamati sudah homogen
5. Uji
Penetapan pH
·
Tujuan :
Untuk mengetahui kadar pH sediaan akhir dengan membandingkan dengan pH sediaan
akhir secara teoritis
·
Prinsip :
Diukur dengan pH meter yang telah dibakukan sebagaimana mestinya sehingga mampu
mengukur harga pH sampai 0,02 untuk pH menggunakan elektroda indikator
·
Metode :
Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan alat Ph meter. Sebelumnya pH meter dibakukan terlebih dahulu
kemudian dibersihkan dengan aquades dan dilap dengan tissue. pH meter
dimasukkan ke dalam emulsi yang sudah jadi hingga pH sesuai dengan rentang yang
diharapkan. Apabila tidak sesuai maka harus diadjust pH dengan menggunakan
larutan yang sesuai.
·
Penafsiran
Hasil : 5-8 (MSDS, 2008)
6. Uji
Penerapan Tipe Emulsi
· Tujuan : Mengetahui tipe emulsi yang dibuat,
membandingkan tipe emulsi awaln pada formulasi dengan sediaan akhir yang
terbentuk
· Prinsip : Penentuan tipe emulsi dilakukan
dengan 2 cara, yaitu uji kelarutan zat warna dan uji pengenceran (Martin, 1990):
· Metode :
o
Uji Kelarutan Zat Warna (Martin, 1990)
1.
Digunakan
zat warna yang larut air, seperti metilen blue/biru brilliant CFC
2.
Zat
warna diteteskan pada permukaan emulsi
3.
Apabila
zat warna berdifusi homogen pada fase eksternal berupa air maka tipe emulsi
adalah o/w. Jika zat warna tampak sebagai tetsan difase internal maka tipe
emulsi w/o
4.
Hal
sebaliknya akan terpadu apabila digunakan zat warna sudan III (larut lemak)
o
Uji Pengenceran (Martin, 1990)
1.
Dilakukan
dengan mengencerkan emulsi dengan air
2. Jika emulsi tercampur baik dengan air
maka tipe emulsi o/w dan sebaliknya
·
Penafsiran Hasil :
o
Uji kelarutan zat warna : Tampak sebagai
tetesan difase internal. Dominan untuk fase luar (w/o).
o
Uji pengenceran : tidak tercampur baik
dengan air
7. Uji
Viskositas dan Aliran
· Tujuan : untuk mengetahui viskositas
(kekentalan) serta sifat alir dari sediaan emulsi akhir
· Prinsip : Uji viskositas dilakukan dengan
menggunakan viskometer yang telah dikalibrasi dan dilakukan penetapan harga
viskometer, k untuk setiap viskometer kemudian ditentukan kekentalan cairan uji
dengan rumus dan dapat ditentukan sifat air berdasarkan grafik uji viskositas (Depkes RI, 1995).
·
Metode :
1. Dilakukan
penetapan harga viskometer k, dengan mengisi tabung sejumlah tertentu minyak
2. Garis
meniskus cairan diatur dalam tabung kapiler hingga garis graduasi teratas
dengan bantuan cairan/pengisap
3. Buka
kedua tabung pengisi dan tabung kapiler agar cairan dapat mengalir bebas
kedalam wadah melawan tekanan atmosfer
4. Dicatat
waktu yang diperlukan cairan untuk mengalir dari batas atas hingga batas bawah
tabung kapiler
5. Hitung
konstanta viskometer k dengan rumus :
Keterangan :
V = Kekentalan cairan
yang diketahui
d = Bobot jenis cairan
uji
t = Waktu mengalir
caira (detik)
·
Penafsiran Hasil : Kekentalan sediaan
sesuai; tidak terjadi ketidakstabilan emulsi
8. Uji/Evaluasi
Kejernihan
·
Tujuan :
Untuk mengetahui apakah ada zat pengotor yang ikut bercampur dalam sediaan
akhir emulsi
·
Prinsip :
Membandingkan kejernihan sediaan akhir dengan air/pelarut yang digunakan
·
Metode :
kejernihan dilihat dengan menggunakan tabung reaksi yang dimasukkan zat uji dan
zat padanan yang sesuai secukupnya, yang dibuat segar dengan volume larutan
dalam tabung reaksi setinggi tepat 40 mm. Bandingkan kedua isi tabung setelah 5
menit dengan latar belakang hitam. Pengamatan dilakukan dibawah cahaya
terdifusi, tegak lurus kearah bawah tabung. Difusi cahaya harus sedemikian rupa
sehingga suspensi padanan II. Sehingga suatu cairan dinyatakan jernih jika
kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang digunakan (Depkes RI, 1995).
·
Penafsiran Hasil : Jernih dalam artian
emulsi tidak terlihat pengotor dalam sediaan emulsi
9. Uji
Metode Freeze Thawing
·
Tujuan :
Mengetahui ketidakstabilan emulsi yaitu kriming
·
Prinsip
: Memberkan paparan suatu ekstrim pada emulsi selama 10 siklus
·
Metode :
Emulsi ditempatkan didalam gelas ukur dan ditutup kemudian disimpan pada
kondisi dipaksakan (kondisi dipercepat) yaitu pada suhu bergantian 4oC
dan 40oC masing-masing selama 12 jam dengan 10 siklus, volume
kriming yang terbentuk diamati setiap siklus hingga siklus ke 10 (Rahama, 2013)
·
Penafsiran Hasil : Tidak terbentuk
kriming
IX.
Tabel
pengamatan
Tabel
1. Hasil Pengamatan
No
|
Prosedur
|
Hasil
|
1.
|
Alat dan bahan disiapkan. Alat
dicuci hingga bersih
|
Alat dan bahan sudah siap
dan bersih digunakan
|
2.
|
Ditara beaker glass 525 ml
; 157,5 ml ; 7,5 ml ; 22 ml ; 306,6 ml.
|
Didapatkan beaker glass
yang telah ditara 525 ml ; 157,5 ml ; 7,5 ml ; 22 ml ; 306,6 ml
|
3.
|
Diambil VCO 150 ml di
beaker glass yang telah ditara
|
Didapatkan VCO 150 ml di
beaker glass
|
4.
|
Diambil span 80 dengan
menggu-nakan cawan porselen sebanyak 49,065 gram
|
Didapatkan span 80 dengan
massa 49,065 gram pada cawan porselen
|
5.
|
Diambil tween 80 dengan
menggu-nakan cawan porselen sebanyak 3,435 gram
|
Didapatkan tween 80
sebanyak 3,435 gram pada cawan porselen
|
6.
|
Diambil aquadest dengan
menggunakan beaker glass sebanyak 306,6 ml
|
Didapatkan aquadest
sebanyak 306,6 ml pada beaker glass
|
7.
|
Diambil dan ditimbang Na
Metabi-sulfit sebanyak 4,2 gram dengan menggunakan neraca analitik
|
Didapatkan Na Metabisulfit
sebanyak 4,2 gram
|
8.
|
Ditimbang BHT sebanyak 4,2
gram dengan menggunakan neraca analitik
|
Didapatkan BHT sebanyak
4,2 gram
|
9.
|
(3) + (4) à diaduk ad homogen pada hot plate dengan suhu 70 ⁰C
|
Didapatkan campuran VCO
dan span 80 yang homogen pada suhu 70 ⁰C
|
10.
|
(5) + aquadest
sebanyak284,6 ml pada beaker glass à diaduk ad homogen
|
Didapatkan larutan tween
80 dan aquadet yang homogen
|
11.
|
(7) + aquadest sebanyak 22
ml à diaduk ad homogen
|
Didapatkan larutan Na
Metabisulfit yang homogen
|
12.
|
(8) + VCO sebanyak 7,5 ml à diaduk ad homogen
|
Didapatkan campuran VCO
dan BHT yang homogen
|
13.
|
(10) + (11) à diaduk ad homogen dengan dipanaskan pada suhu 70 ⁰C diatas hot plate
|
Didapatkan campuran
larutan tween 80 dan Na Metabisulfit yang homogen dengan suhu 70⁰C
|
14.
|
(13) + (9) à dicampur dan diaduk dengan stirrer dengan kecepatan
500 rpm selama ±30 menit
|
Didapatkan campuran emulsi
fase minyak dan fase air yang homogen
|
15.
|
(14) à ditunggu hingga dingin
|
Didapatkan sediaan emulsi
yang dingin dan stabil
|
16.
|
(15) à dilakukan uji mutu sediaan akhir lalu dipindahkan
ke dalam 5 botol @ 100 ml
|
Didapatkan emulsi dalam 5
botol @ 100 ml
|
Tabel
2. Hasil Uji Mutu Sediaan Akhir
No.
|
Parameter
|
Spesifikasi
|
Hasil
Pengamatan
|
1.
|
Organoleptis
|
Warna
: Putih
Bau
: Tidak tengik, aroma kelapa
Konsistensi
: Kental
Tekstur
: Lembut
|
Warna
: Putih
Bau
: Tidak tengik, aroma kelapa
Konsistensi
: Kurang kental
Tekstur
: Lembut
|
2.
|
Tipe
Emulsi
|
Water
in oil
|
Water
in oil
|
3.
|
pH
|
5
– 9
|
5,3
|
4.
|
Bobot
jenis
|
0,9652
g/cm3
|
|
5.
|
Volume
terpindahkan
|
Tidak
lebih dari100%, tidak kurang dari 95%
|
V1 : 100 ml
V2
: 100 ml 100%
V3
: 100 ml
|
6.
|
Homogenitas
|
Homogen
|
Homogen,
tidak pecah
|
7.
|
Kejernihan
|
Tidak
ada pengotor
|
Tidak
ada pengotor
|
8.
|
Uji
Freeze Thawing
|
Stabil,
tidak mengkristal
|
Breaking,
tidak mengkristal
pH=3,52
|
Tabel
3. Hasil Pengamatan Sediaan Hari ke-3, 4, dan hari ke-6
Hari,
Tanggal
|
Pengamatan
|
Senin,
7 Maret 2016
|
Warna
: Putih susu
Bau : Wangi Kelapa
Aceptabilitas : Encer
Stabilitas
:Breaking
|
Selasa,
8 Maret 2016
|
Warna
: Putih susu
Bau : Agaktengik, Kelapa
Aceptabilitas : Encer
Stabilitas
: Breaking
|
Kamis,
10 Maret 2016
|
Warna
: Putih susu
Bau : Tengik
Aceptabilitas : Encer
Stabilitas
: Breaking
Tipeemulsi
: water in oil
pH
: 3,78
|
X.
Pembahasan
XI.
Kesimpulan
Sediaan
emulsi VCO 30% menggunakan emulgator
tipe surfactant yaitu span 80 dan tween 80 yang berfungsi menurunkan tegangan
permukaan antara fase minyak dan air sehingga mudah menyatu dan menjadi stabil.
Nilai RHLB sediaan sebesar 5, yang menunjukkan sifat zat pengemulsi yang
digunakan akan cenderung membentuk emulsi air dalam minyak. Dari hasil
percobaan formulasi sediaan dapat disimpulkan bahwa sediaan emulsi yang dibuat
telah stabil berdasarkan uji organoleptik, uji volume terpindahkan, uji
homogenitas, uji bobot jenis. Tipe emulsi juga didapatkan sesuai dengan
formulasi yang diinginkan. Sedangkan untuk ph sediaan mengalami penurunan.
Sediaan mengalami breaking yang menunjukkan adanya ketidakstabilan dalam
penyimpanan.
XII.
Daftar
Pustaka
Anonim, 2008, MSDS VCO, Uniquema, USA
Anonim.
2005. MSDS of SorbitanOleate, USA
Broto, wisnu. 2010. Hidrophilic- Lipophilic Balance (HLB).
Undip, Semarang
Depkes RI, 1995. Farmakope Indonesia Edisi 4. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Martin, A dkk. 1990. Farmasi Fisik.
UI-Press. Jakarta.
Miranti, L.,
2009, Pengaruh Konsentrasi Minyak Atsiri
Kencur dengan Basis Salep Larut Air, Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Surakarta
Ruhama, M.,
2013, Formulasi Krim Wajah dari Sari Buah
dengan Variasi Konsentrasi Emulgator, Majalah Farmasi &Farmakologi :
Vol 17, PP 17-20
Rowe, R.C.,
dkk., 2009, Handbook of Pharmaceutical
Excipients 6th Ed, Pharmaceutical Press, London
Sarasmita, Made Ary.
2012. Slide Ajar Kuliah Emulsi.
Farmasi FK Udayana, Bali
Sumardjo, Damin. 2009. Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan
Program Strata 1Fakultas Bioekssakta. EGC, Jakarta