Jumat, 01 Juli 2016

SEDIAAN KRIM METIL SALISILAT 10% DAN MENTHOL 4%



LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI SEMI SOLID
MODUL IV: SEDIAAN KRIM METIL SALISILAT 10% DAN MENTHOL 4%


KELOMPOK 1
MARIKA MAULUDIYAH                          (145070500111007)
ADIBAH NUR MAISAROH                       (145070501111003)
NADIA KHANSA’                                       (145070501111013)
ADISTI MEGA PUTRIANAH                     (145070501111023)
WINFIKA WIBISONO PUTRI                    (14507050111102  )
WARDAH AZ ZAHRAH                             (145070507111003)
AGUNG PEBRIAN RAMADANI               (145070507111007)

JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016


I.          Tujuan
1.      Mahasiswa mampu merancang formula sediaan krim
2.      Mahasiswa mampu membuat dan melakukan evaluasi sediaan krim
3.      Mahasiswa mampu menganalisa pengaruh berbagai jenis basis krim terhadap stabilitas krim

II.                Dasar Teori
            Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi yang mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Terdapat dua tipe krim yaitu tipe minyak air (m/a) dan krim air minyak (a/m). Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Krim yang dapat dicuci dengan air (m/a) ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika (Syamsuni,2006).
            Krim mempunyai komposisi yang kompleks yang berbeda dengan salep karena pada pembuatan krim dilakukan penambahan emulgator pada zat aktif. Selain itu bahan dasar krim menentukan berlangsungnya terapi. Pemilihan bahan dasar perlu diperhatikan sifat fisika-kimia dari bahan aktif. Bahan dasar harus menunjukkan stabilitas yang memuaskan dan harus tersatukan dengan bahan berkhasiat. Bahan dasar sebaiknya harus memiliki daya sebar yang baik dan menjamin suatu pemberian obat yang sangat memuaskan (Ansel, 2005).
            Formulasi pada sediaan krim akan mempengaruhi jumlah zat dan kecepatan zat aktif yang diabsorbsi. Zat aktif dalam sediaan krim masuk ke dalam basis atau pembawa yang akan membawa obat untuk kontak dengan permukaan kulit digunaka untuk sediaan topikal adan memiliki pengaruh yanga sangat besar terhadap absorbsi obat dan memiliki efek yang menguntungkan jika dipilh secara tepat (Sharma, 2008).
            Umumnya suatu emulsi tidak stabil secacra fisika jika fase dalam atau fase terdispersi pada pendiaman cenderung membentuk agrefat dari bulatan-bulatan. Jika bulatan-bulatan atau agregat naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi akan membentuk suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau pada dasar emulsi yang merupakan hasil begabungngnya bulatan fase dalam. Disamping itu suatu emulsi mungkin sangat dipengaruhi oleh kontaminasi dan pertumbuhan mikroba (Ansel, 2005).

III.             Deskripsi Zat Aktif dan Preformulasi Bahan Eksipien
 
IV.             Formula dan rasionalisasi formula
Formulasi Sediaan
Nama Bahan
Rentang
Yang Digunakan
Fungsi Bahan
Metil Salisilat
10%
10%
Bahan Aktif
Menthol
4%
4%
Bahan Aktif
Metil Paraben
0,02 – 0,3%
0,025%
Pengawet
Propil Paraben
0,01 – 0,6%
0,015%
Pengawet
Stearyl Alkohol
-
25%
Pengental
Sodium Lauryl Sulfat
0,5 – 2,5%
1%
Emulsifier agent
Propilen Glikol
5 – 80%
12%
Cosolvent
White Petrolatum
-
25%
Pembawa
Ethanol
q.s
q.s
Pelarut menthol
Aquadest
Ad 100%
Ad 100%
Pelarut
Hydrophilic Oinment (Anonim, 2007)
Stearyl Alcohol
25%
White Petrolatum
25%
Methyl Paraben
0,025%
Propil Paraben
0,015%
Sodium Lauryl Sulfate
1%
Propilen Glikol
12%
Purified Water
37%
Rasionalisasi Formula
Pada formula ini digunakan metil salisilat sebagai bahan aktif sebanyak 10% dan mentol sebagai pemberi sensai dingin saat dioleskan sebanyak 4%. Sediaan diindikasikan untuk meredakan nyeri oto, encok, keseleo, metil salisilat dapat diaplikasikan ke kaki dan menimbulkan rasa panas. Dalam sediaan ini dipakai basis hydrophilic ointment dengan formula sesuai USP-30. Karena bahan aktif yang digunakan sudah sebesar 14%, maka massa hydrophilic ointment yang digunakan adalah 86%. Dalam sediaan ini dilebihkan 10% untuk mencegah berkurangnya bobot sediaan akhir formulasi yang diinginkan akibat proses formulasi. Bahan aktif metil salisilat bersifat tidak larut dalam air dan larut dalam etanol, asam asetat glasial, mudah larut dalam etanol 96% lemak dan minyak esensial (Anonim, 2007).
Formula sediaan menggunakan basis hydrophilic ointment dengan ciri emulsi o/w dan memiliki kemampuan mudah tercucikan dari kulit atau pakaian, mengandung bahan larut dan tidak larut air. Hydrophilic ointment memberikan kecepatan penetrasi yang cepat menembus kulit. Hydrophilic ointment terdiri dari beberapa bahan, yang pertama stearyl alcohol yang berfungsi sebagai agen pengental krim, meningkatkan viskositas sediaan dan stabilitas sediaan serta digunakannya sebesar 25% sesuai dengan formula USP. Penggunaannya bersama white petrolatum dapat berfungsi meningkatkan kapasitas penahan air sehingga memiliki efek pada kulit.
White petrolatum atau vaselin album memiliki kelarutab rendah dalam air dan digunakannya sebesar 25%. Sediaan ini membutuhkan pengawet sebagai antimikroba yang bekerja pada kedua fase. Bahan yang digunakan adalah metil paraben dan propil paraben. Metil paraben digunakan sebesar 0,025% dari basis salepnya dan bekerja pada fase air. Propil paraben digunakan sebesar 0,015% dari basis salepnya dan bekerja pada fase minyak. Kedua pengawet tersebut bekerja secara sinergis dan berada pada masing-masing fase sehingga aktivitasnya maksimal (Anonim, 2007).
Dalam sediaan ini ditambahkan anionic emulsifier (surfaktan) yaitu SLS (Sodium Lauryl Sulfate) yang akan membentuk emulsi dengan fatty alcohol sehingga membentuk emulsi yang stabil. SLS digunakan sebagai emulsifier dan juga sebagai wetting agent (Anonim, 2007).
Dalam sediaan ini digunakan propilen glikol sebagai solvent atau cosolvent pada konsentrasi 10,32% dengan rentang konsentrasi sebagai cosolvent adalah 5 – 80%. Sedangkan untuk menjadi humektan, konsentrasinya sebesar 15% sehingga dalam sediaan ini propilen glikol digunakan sebagai cosolvent. Selasin itu propilen glikol juga digunakan sebagai pelarut untuk bahan – bahan lain. Dan juga digunakan purified water untuk pelarut bahan – bahan yang larut dalam air (Anonim, 2007).

V.                Perhitungan
VI.             Penimbangan

Nama Bahan
Unit Formula (@30gram)
Per batch (5 pot)
Methyl Salycilate
3 gram
16,5 gram
Menthol
1,2 gram
6,6 gram
White petrolactum
6,45 gram
35,475 gram
Steryl alkohol
6,45 gram
35,475 gram
Methyl Paraben
0,00645 gram
0,03548 mg
Propyl Paraben
0,00387 gram
0,02129 mg
Sodium lauryl sulfate
0, 258gram
1,419 gram
Propilen glikol
3, 096 gram
17,028 gram
Purified water
 9, 53588 gram
32,446 gram

VII.          Prosedur kerja
 VIII.       Uji Mutu Farmasetik sediaan
8.1.Evaluasi Organoleptik
a.       Tujuan : untuk mengetahui kesesuaian bau, warna dan bentuk pada sediaan krim.
b.    Prinsip : pengujian warna, bau, bentuk sediaan krim berdasarkan alat indra praktikan penguji.
c.    Metode            :- warna           : melihat warna sediaan krim
- bau                           : mengenali aroma atau bau sediaan krim berdasarkan alat indera praktikan.       
  - konsistensi : mengenali konsistensi sediaan.
d.      Penafsiran hasil : - warna        : putih susu
-  Bau           : menthol        
-  konsistensi: kental
8.2.Evaluasi pH
a.       Tujuan : untuk mengetahui kadar pH sediaan akhir dengan membandingkan dengan pH sediaan secara teoritis
b.      Prinsip : diukur dengan menggunakan indikator / kertas pH
c.       Metode: sediaan diukur pHnya dengan meletakkan kertas indikator di dalam sediaan selama beberapa saat. Kemudian kertas pH yang mengalami perubahan warna dibandingkan dengan kertas pembanding untuk mengetahui pH sediaan krim
d.      Penafsiran hasil : 4 – 6
8.3.      Evaluasi Penetapan Tipe Krim
a.      Tujuan : untuk mengetahui tipe krim yang dibuat, membandingkan tipe krim awal pada formulasi dengan sediaan akhir yang terbentuk.
b.      Prinsip : penentuan tipe krim dilakukan dengan 2 cara yaitu uji kelarutan zat warna dan uji pengenceran ( Martin, 1990).
c.      Metode:
-     Uji Kelarutan Zat Warna :
1.      Digunakan zat warna yang larut air seperti metilen blue/biru brilliant CFC
2.      Zat warna diteteskan pada permukaan emulsi.
3.      apabila zat warna berdifusi homogen pada fase eksternal berupa air maka tipe emulsi adalah o/w. Jika zat warna tampak sebagai tetesan di fase internal maka tipe emulsi w/o.
4.      hal sebaliknya terjadi apabila dipakai zat warna Sudan III ( larut lemak)
-    Uji Pengenceran :
1.   Dilakukan dengan mengencerkan emulsi dengan air.
2.   Jika emulsi tercampur baik dengan air maka tipe emulsi o/w dan sebaliknya (Martin, 1990).
d.     Penafsiran hasil :
-     Uji Kelarutan Zat Warna : tampak sebagai tetesan di fase internal (Sudan III); zat warna berdifusi homogen pada fase eksternal berupa air (Metilen Blue).           
-     Uji zat warna  : tercampur baik dengan air.
8.4.      Evaluasi Daya Lekat
a.       Tujuan : untuk mengetahui daya melekatnya sediaan krim pada kulit.
b.      Prinsip : sampel diukur kecepatan waktu saat terlepas dari antara 2 gelas objek yang diberi beban tertentu.
c.       Metode: sampel 0.25 gram diletakkan diantara 2 gelas objek, kemudian ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Setelah itu beban diangkat dari gelas objek, kemudian dicatat waktu pelepasan gel dari gelas objek ( Miranti, 2009).
d.      Penafsiran Hasil : Semakin lama kemampuan melekat pada kulit, maka dapat memberikan efek terapi yang lebih lama (Ansel, 1989).
8.5.      Evaluasi Daya Sebar
a.       Tujuan : untuk mengetahui daya penyebaran krim pada kulit yang diobati.
b.      Prinsip : pengukuran diameter emulsi yang terbentuk pada kaca yang ditutup dengan kaca dan pemberat.
c.       Metode : sebanyak 1 gram sediaan emulsi diletakkan dengan hati-hati di atas kaca berukuran 20 x 20 cm. selanjutnya ditutup dengan kaca (gelas objek) dan diberikan pemberat diatasnya hingga bobot mencapai 125 gram, kemudian diukur diameter yang terbentuk setelah 1 menit ( Niyogi et al, 2012).
d.      Penafsiran Hasil : 5 – 7 cm (Garg et al., 2002).
8.6.      Evaluasi Metode Freeze Thawing
a.       Tujuan : untuk mengetahui ketidakstabilan emulsi berupa kriming.
b.      Prinsip : memberikan paparan suhu ekstrim pada emulsi selama 10 siklus.
c.       Metode: emulsi ditempatkan di dalam gelas ukur dan ditutup kemudian disimpan pada kondisi dipaksakan (kondisi dipercepat) yaitu pada suhu bergantian 4°C dan 40°C masing-masing selama 12 jam dengan 10 siklus, volume kriming yang terbentuk diamati setiap satu siklus hingga siklus ke 10
d.      Penafsiran hasil : krim stabil.
8.7.      Homogenitas
a.       Tujuan : untuk mengetahui distribusi partikel / granul dalam suatu suspensi.
b.      Prinsip : sebagian sampel diamati di kaca objek dan dilihat secara visual.
c.       Metode : pengambilan sampel dapat dilakukan pada bagian atas, tengah atau bawah. Sampel diteteskan pada kaca objek kemudian diratakan dengan kaca objek lain sehingga terbentuk lapisan tipis. Partikel diamati ssecara visual.
d.      Penafsiran Hasil : sediaan krim yang dihasilkan homogen.

IX.             Tabel Pengamatan dan Tabel Hasil Uji

No
Perlakuan
Hasil
1
Alat dan bahan disiapkan
Didapatkan alat dan bahan yang sudah siap
2
Strearil alkohol ditimbang sebanyak 35,48 gram dengan menggunakan timbangan analitik
Didapatkan stearil alkohol sebanyak 35,48 gram dalam cawan porselan
3
White petroleum ditimbang sebanyak 35,48 gram dengan timbangan analitik
Didapatkan 35,48 gram white petrolaum dalam cawan porselan
4
Stearil alkohol dan white petroleum dilelehkan diatas hot plate
Didapatkan stearil alkolol fan white petrolatum yang sudah meleleh
5
Stearil alkohol dan white petroleum di campur dan diaduk ad homogen
Didapatkan campuran stearil alkohol dan white petrolatum
6
Propil paraben ditimbang sebanyak 21,285 mg dengan menggunakan neraca analitik
Diperoleh 21,285 mg propil paraben
7
Mentol ditimbang sebanyak 6,6 gram
Diperoleh 6,6 gram mentol
8
Metil salisilat ditimbang sebanyak 16,9 grma
Diperoleh 16,5 gram metil salisilat
9
Propilen glikol ditimbang sebanyak 35,48 gram
Diperoleh 35,48 gram propil paraben
10
Metil paraben ditimbang sebanyak 35,48 gram
Diperoleh 35,48 gram  metil paraben
11
SLS ditimbang sebanyak 1,419 gram
Diperoleh 1,419 gram SLS
12
Aquadest ditara dengan gelas ukur terkalibrasi sebesar 52,5 ml
Didapatkan aquades dalam gelas ukur sebanyak 52,5 ml
13
Dilarutkan metil paraben pada propilen glikol sebanyak 177,4 mg ad tepat larut
Didapatkan metil paraben larut dalam PG
14
Sisa PG ditambahkan pada metil paraben
Didapatkan campuran PG dan metil paraben
15
SLS dilarutkan pada aquadest 14,2 ml ad tepat larut
Diperoleh SLS yang larut dalam aquadest
16
Dimasukkan SLS pada campuran PG
Didapatkan SLS dan PG
17
Diaduk ad homogen dan ditambahkan sisa aquadest
Didapatkan campuran yang telah homogen
18
(17) dipanaskan ad 70°C
(17) memiliki suhu 70°C
19
Mentol dilarutkan dalam etanol q.s ad tepat larut
Mentol terlarut dalam basis
20
(19) dimasukkan ke basis
Mentol terlalur dalam basis
21
Metil salisilat dimasukkan ke basis
Metil salisilat terlarut dalam basis
22
Fase minyak dipanaskan 70°C
Fase minyak mempunyai suhu 70°C
23
Fase air distirer
Fase air homogen
24
Fase minyak dimasukkan pada fase air
Fase air dan minyak bercampur
25
(24) distirer selama 15 menit pada kecepatan maksimal
Fase air dan minyak homogen dan mengental
26
Krim diuji dengan beberapa uji sesuai dengan literatur
Diperoleh hasil uji
27
Dimasukkan kedalam pot @30 gram
Pot terisi krim

NO
KARAKTERISTIK
PENAFSIRAN HASIL
HASIL PENGAMATAN
1
Organoleptik
Bau : khas Balsem
Warna : putih
Bentuk : krim yang lembut
Bau : khas balsem
Warna : putih
Bentuk : krim yang lembut
2
Evaluasi pH
5 - 6
7
3
Homogenitas
Sediaan homogen
Sediaan homogen
4
Uji tipe emulsi
0/w
o/w
5
Evaluasi daya lekat
Krim cukup lama untuk melekat
1= 3 detik
2= 3 detik
3= 3 detik
6
Evaluasi daya sebar
5 – 7 cm
1 = 5,5 cm
2 = 5 cm
3 = 6 cm
7
Freeze twawing
Krim stabil
Krim tidak stabil (breaking)

X.                Pembahasan 
XI.             Kesimpulan
   Sediaan krim menggunakan metil salisilat 10% dan mentol 4% sebagai bahan aktif. Digunakan pula basis hydrophilic ointment yang dibuat krim dengan tipe o/w. Dari hasil percobaan formulasi sediaan dapat disimpulkan bahwa sediaan emulsi yang dibuat telah stabil berdasarkan uji organoleptik, uji daya sebar, uji daya lekat, dan uji homogenitas. Tipe krim juga didapatkan sesuai dengan formulasi yang diinginkan. Sedangkan untuk ph sediaan mengalami kenaikan yaitu 7. Sediaan mengalami ketidakstabilan fisik setelah diuji dengan uji freezethawing, namun pada penyimpanan di suhu ruang, krim stabil dan tidak mengalami perubahan.

Daftar Pustaka

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia III. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Anonim. 2007. The United States Pharmacopoeia – National Formulary. The         United States Phamacopoeial Convention. USA
Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. Penerjemah:           Farida Ibrahim. Jakarta: UI Press. Hal. 390-391.
Garg, A., D. Aggarwal, S. Garg, dan A. K. Sigla. 2002. Spreading of Semisolid      Formulation. USA: Pharmaceutical Technology. Pp. 84- 104.
Martin, A. dkk. 1990. Farmasi Fisik. UI Press, Jakarta
Miranti, L. 2009. Pengaruh Konsentrasi Minyak Atsiri Kencur (Kaempferia galanga)           dengan Basis Salep larut Air terhadap Sifat Fisik Salep dan Daya Hambat           Bakteri Staphylococus aureus secara In Vitro (skripsi). Surakarta: Fakultas    Farmasi Universitas Muhamadiyah.
Niyogi, P., N. J. et al. 2012. Formulation and Evaluation of Antiinflammatory Activity of       Solanum Pubescens Wild Extracts Gel on Albino Wistar Rats. International            Journal of Pharmacy. 2(3): 484-490.
Rowe, RC et al. 2009. HOPE 6th. Pharmaceutical Press. London.
Sharma, S. 2008. Topical Drug Delivery System: A Review. Pharmaceut. Rev.  
6:1-29
Syamsuni, H. A., 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar