LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI SEMI SOLID
MODUL IV: SEDIAAN KRIM METIL SALISILAT 10% DAN
MENTHOL 4%
KELOMPOK 1
MARIKA MAULUDIYAH (145070500111007)
ADIBAH NUR MAISAROH (145070501111003)
NADIA KHANSA’ (145070501111013)
ADISTI MEGA PUTRIANAH (145070501111023)
WINFIKA WIBISONO PUTRI (14507050111102 )
WARDAH AZ ZAHRAH (145070507111003)
AGUNG PEBRIAN RAMADANI (145070507111007)
MARIKA MAULUDIYAH (145070500111007)
ADIBAH NUR MAISAROH (145070501111003)
NADIA KHANSA’ (145070501111013)
ADISTI MEGA PUTRIANAH (145070501111023)
WINFIKA WIBISONO PUTRI (14507050111102 )
WARDAH AZ ZAHRAH (145070507111003)
AGUNG PEBRIAN RAMADANI (145070507111007)
JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
I. Tujuan
1. Mahasiswa mampu merancang formula sediaan krim
2. Mahasiswa mampu membuat dan melakukan evaluasi
sediaan krim
3. Mahasiswa mampu menganalisa pengaruh berbagai jenis
basis krim terhadap stabilitas krim
II.
Dasar Teori
Krim adalah sediaan setengah padat,
berupa emulsi yang mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk
pemakaian luar. Terdapat dua tipe krim yaitu tipe minyak air (m/a) dan krim air
minyak (a/m). Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat
krim yang dikehendaki. Krim yang dapat dicuci dengan air (m/a) ditujukan untuk
penggunaan kosmetika dan estetika (Syamsuni,2006).
Krim mempunyai komposisi yang
kompleks yang berbeda dengan salep karena pada pembuatan krim dilakukan
penambahan emulgator pada zat aktif. Selain itu bahan dasar krim menentukan berlangsungnya
terapi. Pemilihan bahan dasar perlu diperhatikan sifat fisika-kimia dari bahan
aktif. Bahan dasar harus menunjukkan stabilitas yang memuaskan dan harus
tersatukan dengan bahan berkhasiat. Bahan dasar sebaiknya harus memiliki daya
sebar yang baik dan menjamin suatu pemberian obat yang sangat memuaskan (Ansel,
2005).
Formulasi pada sediaan krim akan
mempengaruhi jumlah zat dan kecepatan zat aktif yang diabsorbsi. Zat aktif
dalam sediaan krim masuk ke dalam basis atau pembawa yang akan membawa obat
untuk kontak dengan permukaan kulit digunaka untuk sediaan topikal adan
memiliki pengaruh yanga sangat besar terhadap absorbsi obat dan memiliki efek
yang menguntungkan jika dipilh secara tepat (Sharma, 2008).
Umumnya suatu emulsi tidak stabil
secacra fisika jika fase dalam atau fase terdispersi pada pendiaman cenderung
membentuk agrefat dari bulatan-bulatan. Jika bulatan-bulatan atau agregat naik
ke permukaan atau turun ke dasar emulsi akan membentuk suatu lapisan yang
berbeda pada permukaan atau pada dasar emulsi yang merupakan hasil
begabungngnya bulatan fase dalam. Disamping itu suatu emulsi mungkin sangat
dipengaruhi oleh kontaminasi dan pertumbuhan mikroba (Ansel, 2005).
III.
Deskripsi Zat Aktif dan Preformulasi
Bahan Eksipien
IV.
Formula
dan rasionalisasi formula
Formulasi Sediaan
Nama Bahan
|
Rentang
|
Yang Digunakan
|
Fungsi Bahan
|
Metil Salisilat
|
10%
|
10%
|
Bahan Aktif
|
Menthol
|
4%
|
4%
|
Bahan Aktif
|
Metil Paraben
|
0,02 – 0,3%
|
0,025%
|
Pengawet
|
Propil Paraben
|
0,01 – 0,6%
|
0,015%
|
Pengawet
|
Stearyl Alkohol
|
-
|
25%
|
Pengental
|
Sodium Lauryl Sulfat
|
0,5 – 2,5%
|
1%
|
Emulsifier agent
|
Propilen Glikol
|
5 – 80%
|
12%
|
Cosolvent
|
White Petrolatum
|
-
|
25%
|
Pembawa
|
Ethanol
|
q.s
|
q.s
|
Pelarut menthol
|
Aquadest
|
Ad 100%
|
Ad 100%
|
Pelarut
|
Hydrophilic
Oinment (Anonim, 2007)
Stearyl
Alcohol
|
25%
|
White
Petrolatum
|
25%
|
Methyl
Paraben
|
0,025%
|
Propil
Paraben
|
0,015%
|
Sodium
Lauryl Sulfate
|
1%
|
Propilen
Glikol
|
12%
|
Purified
Water
|
37%
|
Rasionalisasi
Formula
Pada
formula ini digunakan metil salisilat sebagai bahan aktif sebanyak 10% dan
mentol sebagai pemberi sensai dingin saat dioleskan sebanyak 4%. Sediaan
diindikasikan untuk meredakan nyeri oto, encok, keseleo, metil salisilat dapat
diaplikasikan ke kaki dan menimbulkan rasa panas. Dalam sediaan ini dipakai
basis hydrophilic ointment dengan formula sesuai USP-30. Karena bahan aktif
yang digunakan sudah sebesar 14%, maka massa hydrophilic ointment yang
digunakan adalah 86%. Dalam sediaan ini dilebihkan 10% untuk mencegah
berkurangnya bobot sediaan akhir formulasi yang diinginkan akibat proses
formulasi. Bahan aktif metil salisilat bersifat tidak larut dalam air dan larut
dalam etanol, asam asetat glasial, mudah larut dalam etanol 96% lemak dan
minyak esensial (Anonim, 2007).
Formula sediaan
menggunakan basis hydrophilic ointment dengan ciri emulsi o/w dan memiliki
kemampuan mudah tercucikan dari kulit atau pakaian, mengandung bahan larut dan
tidak larut air. Hydrophilic ointment memberikan kecepatan penetrasi yang cepat
menembus kulit. Hydrophilic ointment terdiri dari beberapa bahan, yang pertama
stearyl alcohol yang berfungsi sebagai agen pengental krim, meningkatkan viskositas
sediaan dan stabilitas sediaan serta digunakannya sebesar 25% sesuai dengan
formula USP. Penggunaannya bersama white petrolatum dapat berfungsi
meningkatkan kapasitas penahan air sehingga memiliki efek pada kulit.
White petrolatum
atau vaselin album memiliki kelarutab rendah dalam air dan digunakannya sebesar
25%. Sediaan ini membutuhkan pengawet sebagai antimikroba yang bekerja pada
kedua fase. Bahan yang digunakan adalah metil paraben dan propil paraben. Metil
paraben digunakan sebesar 0,025% dari basis salepnya dan bekerja pada fase air.
Propil paraben digunakan sebesar 0,015% dari basis salepnya dan bekerja pada
fase minyak. Kedua pengawet tersebut bekerja secara sinergis dan berada pada
masing-masing fase sehingga aktivitasnya maksimal (Anonim, 2007).
Dalam sediaan
ini ditambahkan anionic emulsifier (surfaktan) yaitu SLS (Sodium Lauryl
Sulfate) yang akan membentuk emulsi dengan fatty alcohol sehingga membentuk
emulsi yang stabil. SLS digunakan sebagai emulsifier dan juga sebagai wetting
agent (Anonim, 2007).
Dalam sediaan
ini digunakan propilen glikol sebagai solvent atau cosolvent pada konsentrasi
10,32% dengan rentang konsentrasi sebagai cosolvent adalah 5 – 80%. Sedangkan
untuk menjadi humektan, konsentrasinya sebesar 15% sehingga dalam sediaan ini
propilen glikol digunakan sebagai cosolvent. Selasin itu propilen glikol juga
digunakan sebagai pelarut untuk bahan – bahan lain. Dan juga digunakan purified
water untuk pelarut bahan – bahan yang larut dalam air (Anonim, 2007).
V.
Perhitungan
VI.
Penimbangan
Nama Bahan
|
Unit Formula (@30gram)
|
Per batch (5 pot)
|
Methyl Salycilate
|
3 gram
|
16,5 gram
|
Menthol
|
1,2 gram
|
6,6 gram
|
White petrolactum
|
6,45 gram
|
35,475 gram
|
Steryl
alkohol
|
6,45 gram
|
35,475 gram
|
Methyl
Paraben
|
0,00645 gram
|
0,03548 mg
|
Propyl Paraben
|
0,00387 gram
|
0,02129 mg
|
Sodium lauryl sulfate
|
0, 258gram
|
1,419 gram
|
Propilen glikol
|
3, 096 gram
|
17,028 gram
|
Purified water
|
9, 53588 gram
|
32,446 gram
|
VII.
Prosedur
kerja
VIII.
Uji
Mutu Farmasetik sediaan
8.1.Evaluasi
Organoleptik
a.
Tujuan :
untuk mengetahui kesesuaian bau, warna dan bentuk pada sediaan krim.
b. Prinsip : pengujian warna, bau, bentuk sediaan krim
berdasarkan alat indra praktikan penguji.
c. Metode :- warna : melihat warna sediaan krim
- bau : mengenali aroma atau bau sediaan krim
berdasarkan alat indera praktikan.
- konsistensi : mengenali konsistensi sediaan.
d.
Penafsiran hasil : - warna : putih susu
- Bau : menthol
-
konsistensi: kental
8.2.Evaluasi
pH
a. Tujuan : untuk mengetahui kadar pH sediaan akhir
dengan membandingkan dengan pH sediaan secara teoritis
b. Prinsip : diukur dengan menggunakan indikator / kertas
pH
c. Metode:
sediaan diukur pHnya dengan meletakkan kertas indikator di dalam sediaan selama
beberapa saat. Kemudian kertas pH yang mengalami perubahan warna dibandingkan
dengan kertas pembanding untuk mengetahui pH sediaan krim
d. Penafsiran hasil : 4 – 6
8.3. Evaluasi
Penetapan Tipe Krim
a.
Tujuan :
untuk mengetahui tipe krim yang
dibuat, membandingkan tipe krim awal pada formulasi dengan sediaan akhir yang
terbentuk.
b.
Prinsip :
penentuan tipe krim dilakukan dengan
2 cara yaitu uji kelarutan zat warna dan uji pengenceran ( Martin, 1990).
c.
Metode:
- Uji Kelarutan Zat Warna :
1.
Digunakan
zat warna yang larut air seperti metilen blue/biru brilliant CFC
2.
Zat
warna diteteskan pada permukaan emulsi.
3.
apabila
zat warna berdifusi homogen pada fase eksternal berupa air maka tipe emulsi
adalah o/w. Jika zat warna tampak sebagai tetesan di fase internal maka tipe
emulsi w/o.
4.
hal
sebaliknya terjadi apabila dipakai zat warna Sudan III ( larut lemak)
- Uji Pengenceran :
1.
Dilakukan dengan mengencerkan emulsi
dengan air.
2.
Jika emulsi tercampur baik dengan air
maka tipe emulsi o/w dan sebaliknya (Martin, 1990).
d.
Penafsiran
hasil :
- Uji
Kelarutan Zat Warna : tampak sebagai tetesan di fase internal (Sudan III); zat
warna berdifusi homogen pada fase eksternal berupa air (Metilen Blue).
- Uji zat warna : tercampur
baik dengan air.
8.4. Evaluasi Daya Lekat
a. Tujuan : untuk mengetahui daya melekatnya sediaan krim pada kulit.
b. Prinsip : sampel diukur kecepatan waktu saat terlepas dari antara 2 gelas
objek yang diberi beban tertentu.
c. Metode: sampel 0.25 gram diletakkan
diantara 2 gelas objek, kemudian ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit.
Setelah itu beban diangkat dari gelas objek, kemudian dicatat waktu pelepasan
gel dari gelas objek ( Miranti, 2009).
d. Penafsiran Hasil : Semakin
lama kemampuan melekat pada kulit, maka dapat memberikan efek terapi yang lebih
lama (Ansel, 1989).
8.5. Evaluasi
Daya Sebar
a. Tujuan : untuk mengetahui daya
penyebaran krim pada kulit yang diobati.
b. Prinsip : pengukuran diameter emulsi
yang terbentuk pada kaca yang ditutup dengan kaca dan pemberat.
c. Metode : sebanyak 1 gram sediaan
emulsi diletakkan dengan hati-hati di atas kaca berukuran 20 x 20 cm.
selanjutnya ditutup dengan kaca (gelas objek) dan diberikan pemberat diatasnya
hingga bobot mencapai 125 gram, kemudian diukur diameter yang terbentuk setelah
1 menit ( Niyogi et al, 2012).
d. Penafsiran Hasil : 5 – 7 cm (Garg
et al., 2002).
8.6. Evaluasi Metode Freeze Thawing
a. Tujuan : untuk mengetahui ketidakstabilan emulsi berupa kriming.
b. Prinsip : memberikan paparan suhu ekstrim pada emulsi selama 10 siklus.
c. Metode: emulsi ditempatkan di dalam
gelas ukur dan ditutup kemudian disimpan pada kondisi dipaksakan (kondisi
dipercepat) yaitu pada suhu bergantian 4°C dan 40°C masing-masing selama 12 jam
dengan 10 siklus, volume kriming yang terbentuk diamati setiap satu siklus
hingga siklus ke 10
d. Penafsiran hasil : krim stabil.
8.7. Homogenitas
a. Tujuan : untuk mengetahui distribusi
partikel / granul dalam suatu suspensi.
b. Prinsip : sebagian sampel diamati di
kaca objek dan dilihat secara visual.
c. Metode : pengambilan sampel dapat
dilakukan pada bagian atas, tengah atau bawah. Sampel diteteskan pada kaca
objek kemudian diratakan dengan kaca objek lain sehingga terbentuk lapisan
tipis. Partikel diamati ssecara visual.
d. Penafsiran Hasil : sediaan krim yang
dihasilkan homogen.
IX.
Tabel Pengamatan dan Tabel Hasil Uji
No
|
Perlakuan
|
Hasil
|
1
|
Alat
dan bahan disiapkan
|
Didapatkan
alat dan bahan yang sudah siap
|
2
|
Strearil
alkohol ditimbang sebanyak 35,48 gram dengan menggunakan timbangan analitik
|
Didapatkan
stearil alkohol sebanyak 35,48 gram dalam cawan porselan
|
3
|
White
petroleum ditimbang sebanyak 35,48 gram dengan timbangan analitik
|
Didapatkan
35,48 gram white petrolaum dalam cawan porselan
|
4
|
Stearil
alkohol dan white petroleum dilelehkan diatas hot plate
|
Didapatkan
stearil alkolol fan white petrolatum yang sudah meleleh
|
5
|
Stearil
alkohol dan white petroleum di campur dan diaduk ad homogen
|
Didapatkan
campuran stearil alkohol dan white petrolatum
|
6
|
Propil
paraben ditimbang sebanyak 21,285 mg dengan menggunakan neraca analitik
|
Diperoleh
21,285 mg propil paraben
|
7
|
Mentol
ditimbang sebanyak 6,6 gram
|
Diperoleh
6,6 gram mentol
|
8
|
Metil
salisilat ditimbang sebanyak 16,9 grma
|
Diperoleh
16,5 gram metil salisilat
|
9
|
Propilen
glikol ditimbang sebanyak 35,48 gram
|
Diperoleh
35,48 gram propil paraben
|
10
|
Metil
paraben ditimbang sebanyak 35,48 gram
|
Diperoleh
35,48 gram metil paraben
|
11
|
SLS
ditimbang sebanyak 1,419 gram
|
Diperoleh
1,419 gram SLS
|
12
|
Aquadest
ditara dengan gelas ukur terkalibrasi sebesar 52,5 ml
|
Didapatkan
aquades dalam gelas ukur sebanyak 52,5 ml
|
13
|
Dilarutkan
metil paraben pada propilen glikol sebanyak 177,4 mg ad tepat larut
|
Didapatkan
metil paraben larut dalam PG
|
14
|
Sisa
PG ditambahkan pada metil paraben
|
Didapatkan
campuran PG dan metil paraben
|
15
|
SLS
dilarutkan pada aquadest 14,2 ml ad tepat larut
|
Diperoleh
SLS yang larut dalam aquadest
|
16
|
Dimasukkan
SLS pada campuran PG
|
Didapatkan
SLS dan PG
|
17
|
Diaduk
ad homogen dan ditambahkan sisa aquadest
|
Didapatkan
campuran yang telah homogen
|
18
|
(17)
dipanaskan ad 70°C
|
(17)
memiliki suhu 70°C
|
19
|
Mentol
dilarutkan dalam etanol q.s ad tepat larut
|
Mentol
terlarut dalam basis
|
20
|
(19)
dimasukkan ke basis
|
Mentol
terlalur dalam basis
|
21
|
Metil
salisilat dimasukkan ke basis
|
Metil
salisilat terlarut dalam basis
|
22
|
Fase
minyak dipanaskan 70°C
|
Fase
minyak mempunyai suhu 70°C
|
23
|
Fase
air distirer
|
Fase
air homogen
|
24
|
Fase
minyak dimasukkan pada fase air
|
Fase
air dan minyak bercampur
|
25
|
(24)
distirer selama 15 menit pada kecepatan maksimal
|
|
26
|
Krim
diuji dengan beberapa uji sesuai dengan literatur
|
Diperoleh
hasil uji
|
27
|
Dimasukkan
kedalam pot @30 gram
|
Pot
terisi krim
|
NO
|
KARAKTERISTIK
|
PENAFSIRAN
HASIL
|
HASIL PENGAMATAN
|
1
|
Organoleptik
|
Bau : khas Balsem
Warna : putih
Bentuk : krim yang lembut
|
Bau : khas
balsem
Warna : putih
Bentuk : krim
yang lembut
|
2
|
Evaluasi pH
|
5 - 6
|
7
|
3
|
Homogenitas
|
Sediaan homogen
|
Sediaan
homogen
|
4
|
Uji tipe
emulsi
|
0/w
|
o/w
|
5
|
Evaluasi daya
lekat
|
Krim cukup lama untuk melekat
|
1= 3 detik
2= 3 detik
3= 3 detik
|
6
|
Evaluasi daya
sebar
|
5 – 7 cm
|
1 = 5,5 cm
2 = 5 cm
3 = 6 cm
|
7
|
Freeze twawing
|
Krim stabil
|
Krim tidak stabil (breaking)
|
X.
Pembahasan
XI.
Kesimpulan
Sediaan krim
menggunakan metil salisilat 10% dan mentol 4% sebagai bahan aktif. Digunakan
pula basis hydrophilic ointment yang dibuat krim dengan tipe o/w. Dari hasil
percobaan formulasi sediaan dapat disimpulkan bahwa sediaan emulsi yang dibuat
telah stabil berdasarkan uji organoleptik, uji daya sebar, uji daya lekat, dan
uji homogenitas. Tipe krim juga didapatkan sesuai dengan formulasi yang
diinginkan. Sedangkan untuk ph sediaan mengalami kenaikan yaitu 7. Sediaan
mengalami ketidakstabilan fisik setelah diuji dengan uji freezethawing, namun
pada penyimpanan di suhu ruang, krim stabil dan tidak mengalami perubahan.
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia III. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Anonim. 2007. The United States Pharmacopoeia – National
Formulary. The United States
Phamacopoeial Convention. USA
Ansel,
H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi Edisi 4. Penerjemah: Farida
Ibrahim. Jakarta: UI Press. Hal. 390-391.
Garg,
A., D. Aggarwal, S. Garg, dan A. K. Sigla. 2002. Spreading of Semisolid Formulation.
USA: Pharmaceutical Technology. Pp. 84- 104.
Martin,
A. dkk. 1990. Farmasi Fisik. UI
Press, Jakarta
Miranti,
L. 2009. Pengaruh Konsentrasi Minyak
Atsiri Kencur (Kaempferia galanga) dengan
Basis Salep larut Air terhadap Sifat Fisik Salep dan Daya Hambat Bakteri Staphylococus aureus secara In
Vitro (skripsi). Surakarta: Fakultas Farmasi
Universitas Muhamadiyah.
Niyogi,
P., N. J. et al. 2012. Formulation and
Evaluation of Antiinflammatory Activity of Solanum
Pubescens Wild Extracts Gel on Albino Wistar Rats. International Journal of Pharmacy. 2(3): 484-490.
Rowe,
RC et al. 2009. HOPE 6th.
Pharmaceutical Press. London.
Sharma,
S. 2008. Topical Drug Delivery System: A Review. Pharmaceut. Rev.
6:1-29
Syamsuni, H.
A., 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar